Powered By Blogger

Dunia ini luas sekali

Dunia ini luas sekali
Shuri Castle

Sunday, March 18, 2012

Maafkan Aku ya ALLAH

Saat aku terbangun kulihat jam di kamarku menunjukkan puluk 03.00 dini hari. Angin menderu keras di luar kamarku, menerpa jendela dan menimbulkan suara-suara menakutkan. Hujan juga menyertai angin memukul-mukul dinding, semakin membuatku merasa tidak tenang. Sewaktu kulihat ke luar kamar, ternyata tempat sampah terguling dan handuk ku terbang lepas dari jemuran. Keadaan seperti ini selalu membuatku ketakutan dan tidak bisa tidur.
Kuberanikan diri keluar ke kamar mandi. Allahu Akbar, anginnya sungguh kencang, menderu laksana orang yang sedang mengungkapkan kemarahannya. Dan aku yang beberapa hari ini telah berbuat berlebihan dan banyak melakukan kesalahan seakan menjadi objek kemarahan alam malam ini. Dinginnya udara menusuk tulang, perut yang lapar karena tak makan siang dan makan malam semakin menjadi-jadi. Aku merasa kecil sekali dibanding kekuatan Mu ya Allah.
Aku ambil air wudlu dan kembali ke kamar dengan perasaan kacau. Solat tahajud di tengah suasana malam yang mencekam. Kupanjatkan doa pada Yang Maha Kuasa, minta maaf atas kelakuanku selama ini. Dalam sekejab aku baik, dan dalam kejab lain aku berubah menjadi seorang yang dengki, dan kufur nikmat.
Sedih hatiku karena beberapa hari ini sungguh buruk tutur kataku, buruk pemikiranku, hingga beberapa kejadian yang tidak menyenangkan seolah menegurku. Kupinta maaf dari Mu, kupinta petunjuk Mu. Hanya pada Mu aku menyembah. Hanya Engkau yang dapat membantuku lepas dari perasaan ini. Ya Allah, aku hanya anak manusia yang kecil jika dibandingkan dengan Mu, Sang Pencipta Alam semesta. Maafkanlah kekhilafanku. Aku akan menjaga tutur kataku, berbaik sangka pada Mu.


Ya ALLAH maafkan Aku


PESAN PERDAMAIAN DALAM CORNERSTONE OF PEACE

Di bawah ini akan dijabarkan penjelasan mengenai foto di atas, baik objek material, objek formal, dan tiga aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis.


Objek Material:
Objek material merupakan bahan atau sesuatu yang menjadi kajian penelitian (Meliono, 2009:9-10). Objek material dari foto ini adalah kompleks monumen perdamaian dengan taman tempat Cornerstone of Peace, dengan dua pria tampak sedang mengamati salah satu sudut temboknya. Cornerstone of Peace atau batu perdamaian terbuat dari batu granit hitam yang terbagi menjadi dua barisan gelombang, berjumlah 116 buah batu, dengan panjang tulisan di permukaannya sepanjang 2.200 meter. Dalam foto ini tampak dua pengunjung sedang mengamati, salah satu sudut jajaran batu berbentuk gelombang

Objek Formal
Objek formal adalah fokus perhatian seseorang terhadap objek material yang dihadapinya, atau dengan kata lain salah satu aspek atau tema tertentu dalam penelitiannya (Meliono, 2009:10). Yang menjadi objek formal dalam foto ini adalah pesan perdamaian yang terkandung dalam Cornerstone of Peace.
Aspek Ontologis:
Aspek ontologis, mengkaji keberadaan sesuatu. Membahas tentang “ada”, yang dapat dipahami baik secara konkret, factual, transedental ataupun metafisis (Meliono, 2009: 9).
Cornerstone of Peace atau dalam bahasa Jepang Heiwa no Ishiji yang berarti batu monumen perdamaian, merupakan nama sebuah tempat di dalam kompleks taman dan museum perdamaian (Peace Prayer and Memorial Park), di Okinawa, Jepang. Berada di bukit Mabuni di kota Itoman.

Aspek Epistemologi
Aspek epistemologis membahas pengetahuan (episteme) yang ada pada suatu objek (Meliono, 2009:9). Jajaran tembok Cornerstone of Peace memiliki nilai sejarah dan nilai perjuangan dari para korban perang. Dibangun tanggal 23 Juni 1995 sebagai peringatan 50 tahun Pertempuran Okinawa dan akhir Perang Dunia II. Sebanyak 200.000 nama terukir di tembok-temboknya, semuanya adalah nama korban yang tewas dalam perang, tidak peduli apakah mereka penduduk sipil maupun tentara, orang Jepang, Amerika, maupun bangsa lain yang kebetulan menjadi korban .
Fakta sejarah yang melatarbelakangi pendirian Cornerstone of Peace mengulas bahwa pertempuran Okinawa adalah salah satu dari sejarah perang di dunia yang memiliki sederetan tragedi kemanusiaan. Pemerintahan militer Jepang di masa itu mengerahkan seluruh warga Okinawa untuk membantu jalannya peperangan dan juga menggunakan seluruh pulau di Okinawa sebagai medan perang. Laki-laki dimasukkan dalam satuan tentara lokal, diajari memanggul senjata dan membunuh musuh. Wanita menjadi perawat, atau bahkan menjadi wanita penghibur bagi tentara Jepang. Anak-anak kekurangan makanan dan tempat berlindung. Korban tewas dan hancurnya bangunan tak terhindarkan, disusul dengan kekalahan Jepang yang memaksa pimpinan mereka bunuh diri dengan diikuti oleh ribuan warga yang telah didoktrin agar bunuh diri mengikuti pimpinannya . Dari keadaan semacam inilah timbul korban jiwa yang namanya tercatat dalam Cornerstone of Peace.
Pemberian nama Cornerstone of Peace sesuai dengan konsep yang ditulis oleh mantan gubernur Okinawa, Masahide Ota dalam bukunya Okinawa;Heiwa no Ishiji. Nama Heiwa no Ishiji, atau Cornerstone of Peace menyinggung perang dan kerjasama Jepang-Amerika dalam bidang keamanan. Menurut Ota, motivasi pendirian monumen ini adalah sebagai dasar pengorbanan jiwa raga penduduk Okinawa pada masa perang dan demi menyelesaikan masalah pangkalan militer. Tujuan pembangunannya adalah untuk mengingat dan menghormati mereka yang gugur dalam pertempuran, mengajarkan pengetahuan yang dipelajari dari tragedi perang, sebagai tempat meditasi dan sumber ilmu pengetahuan .
Aksiologi
Aksiologi membahas kaidah norma dan nilai yang ada pada objek material berupa foto di atas. Aspek aksiologi dari Cornerstone of Peace adalah Desain berjudul “Everlasting Waves of Peace”, atau ombak perdamaian yang tiada henti. Disebut demikian karena bangunan tembok-tembok Cornerstone of Peace jika dilihat dari atas akan tampak seperti riak gelombang di permukaan air. Bentuk temboknya yang seperti alur gelombang hitam yang berkelok-kelok dengan daftar nama yang ditulis dengan warna putih di setiap lekuknya,

Deskripsi:
Foto ini diambil tanggal 8 Maret 2010, saat penulis pergi ke Okinawa sebagai peserta Seminar Perdamaian yang diadakan oleh universitas Chuo. Seminar Perdamaian ini merupakan kegiatan tahunan di Universitas Chuo yang diadakan setiap musim panas. Menitikberatkan pada istilah “Perdamaian”, peserta seminar diajak berkunjung ke daerah-daerah yang pernah menjadi medan perang Jepang di masa Perang Dunia .
Menurut penjelasan dalam Wikipedia Cornerstone of Peace didedikasikan untuk menghormati para korban Pertempuran Okinawa. Pertempuran yang terjadi di tahun 1945 antara Jepang melawan Amerika ini merupakan sebuah tragedi kemanusiaan yang patut dikenang. Bukit Mabuni, tempat didirikannya monumen ini merupakan markas besar tentara Jepang dan menjadi latar pertempuran hebat yang mengakhiri Perang Dunia II. Kedua pria yang tampak dalam foto ini tampak sedang mengamati nama-nama korban yang terukir di dalamnya. Kedatangan dua pria ini dalam rangka mengikuti kegiatan seminar Perdamaian yang ditujukan untuk mengenang tragedi pertempuran di Okinawa. Seminar perdamaian di Okinawa kali ini bertujuan untuk mengembangkan semangat perdamaian baik di antara masyarakat Jepang sendiri maupun masyarakat Jepang dengan dunia .
Dengan melihat Cornerstone of Peace, orang diharapkan dapat menyelami perasaan warga Okinawa di kala perang, dalam hal ini mendengar kuatnya keinginan mereka akan perdamaian (pesan perdamaian). Lokasinya yang tepat berada di jantung pertempuran memudahkan pengunjung untuk berkonsentrasi terhadap bayangan peperangan di masa lalu. Nama-nama yang tertulis di permukaan tembok-tembok Cornerstone of Peace akan mengingatkan siapa saja akan kematian yang akan datang tanpa pilih kasih, dalam hal ini kematian yang disebabkan oleh peperangan. Nama orang Amerika dan penduduk lokal yang disejajarkan memiliki makna, bahwa semua manusia adalah sama dalam hal menginginkan perdamaian. Kematian dan kerusakan akibat perang akan menimbulkan disorganisasi pada keluarga dan juga masyarakat pada umumnya. Masyarakat menjadi tidak stabil dan akhirnya menimbulkan masalah sosial yang berkepanjangan.
Melalui desain gelombang yang menjadi dasar bentuk Cornerstone of Peace, warga Okinawa berharap pusat gelombang yaitu perang, cukup terjadi di Okinawa saja. Sedangkan gelombang yang meluas diartikan sebagai ajaran perdamaian yang meresap ke setiap hati pengunjung yang menyaksikan Cornerstone of Peace setelah menyadari dampak buruk peperangan terhadap suatu daerah. Masyarakat Okinawa melalui Cornerstone of Peace ingin menghentikan peperangan di muka bumi demi terciptanya perdamaian antara negara-negara di dunia.


Sumber:
Meliono, Irmayanti. 2009. Filsafat Ilmu Pengetahuan; Refleksi Kritis Terhadap Realitas dan Objektivitas Ilmu Pengetahuan. Jakarta Timur: Penerbit Yayasan Kota Kita
Catatan penulis selama Okinawa Peace Seminar 8-12 Maret 2010
http://global.chuo-u.ac.jp/english/services/events.php
http://en.wikipedia.org/wiki/Cornerstone_of_Peace

Thursday, June 30, 2011

Astral


Kemarin (30 Juni 2011) habis nonton film "Insidious" , sebuah film garapan James Wan yang pernah membuat film SAW dan Paranormal Activity yang kita tahu sukses menakuti jiwa-jiwa penakut macam aku.

Renai dan Josh Lambert (Rose Byrne dan Patrick Wilson), beserta ketiga anak mereka, baru saja pindah ke rumah yang baru. Harapan akan kehidupan yang normal dan bahagia sepertinya segera terganggu, karena tidak lama kemudian, Renai mulai merasa mereka tidak sendirian di rumah tersebut. Belum selesai masalah yang satu, masalah lain muncul menyusul, Dalton (Ty Simpkins) yang sedang berada di loteng terjatuh lalu kemudian berteriak histeris karena melihat sesuatu. Ayah dan ibunya pun langsung mendapati anak mereka sedang duduk menatap pojokan dengan sedikit luka memar di kening. Mengira Dalton tidak apa-apa, hanya luka kecil, Renai dan Josh kemudian meninggalkannya tidur dikamarnya. Keesokan harinya, Josh terkejut ketika Dalton tidak segera bangun padahal sudah dibangunkan. Barulah sesampainya di rumah sakit, mereka mengetahui bahwa anak mereka mengalami koma, yang anehnya tidak bisa dijelaskan kenapa, karena tidak terjadi kerusakan serius pada otak Dalton. Dokter mengatakan Dalton akan segera bangun dalam beberapa hari, namun kenyataannya tiga bulan kemudian Dalton yang sekarang dirawat di rumahnya, masih terbaring tak sadarkan diri alias masih koma. Kebetulan atau bagaimana, kejadian yang menimpa Dalton kemudian berbuntut pada kejadian-kejadian supernatural yang saling bergantian hadir mengganggu keluarga Josh.

Koma yang dialami Dalton sebenarnya adalah Astral Projection Travel, suatu keadaan di mana jiwa kita melakukan perjalanan sendiri ke tempat lain, terpisah dari tubuh kita. Tapi ini bukan suatu mimpi, karena jika ditilik, jiwa kita benar-benar berada di tempat lain tersebut, dan bisa melakukan suatu aktivitas di sana. dalam Film ini diceritakan jiwa Dalton yang berkelana terlalu jauh tersesat dan tak bisa kembali ke tubuhnya. Sementara tubuh yang kosong itu menjadi incaran banyak hantu/ spirit yang menginginkan media untuk dapat hidup kembali.

Setelah menonton film ini aku langsung merinding. teringat pengalamanku saat aku masih SMP (tidak begitu ingat pastinya umur berapa). ini sebuah kejadian yang tak mungkin kulupa, sebab aku ternyata pernah mengalami astral projection travel itu!!

Waktu itu aku ingat aku tertidur di kamar loteng rumah. di lantai dua itu cuma ada satu kamar dengan bed dan meja dengan keyboard di atasnya. Aku sering ada di situ untuk memainkan keyboard itu sepulang sekolah sampai sore. Hari itu aku lelah setelah berkegiatan seharian di sekolah. sekitar pukul 3 sore aku tertidur. Dalam tidurku aku bermimpi. Sekelilingku gelap gulita dan seperti ada kabut (awan? asap? entahlah). lalu aku melihat titik terang dan titik itu semakin mendekat dan akhirnya aku bisa melihat sekelilingku lagi. Tercenganglah aku melihat apa yang ada di bawahku. "Itu aku sedang tidur di kasur loteng rumah!". Aku melihat diriku dengan baju yang kukenakan saat itu sedang tidur, seakan akan aku melihat fotoku yang sedang tidur. Yang benar saja, aku melayang makin tinggi meninggalkan tubuhku yang terlihat makin kecil di bawah sana.

Aku yang sedang melihat diriku sendiri itu sepenuhnya sadar, karena masih bisa mengingat cerita temanku soal roh yang terlepas dari jasad dan memiliki benang tipis sebagai penghubung antara roh dengan jasad. Roh itu bebas pergi ke mana saja asalkan benang nya masih ada dan tidak putus atau kusut, jika kedua hal ini terjadi maka akan menyulitkan roh yang ingin kembali ke tubuhnya, yang berujung pada kematian (kalau dalam Insidious, koma)

Nah, aku yang merasa sedang mimpi itu semakin takut melihat ke arah bawah yang kini sudah berupa atap rumahku (seperti melihat pakai Google maps, kelihatan genting aja). "waaaa aku nggak mau ginii, aku mau pulaaang." Teriakku. Lalu segalanya menjadi gelap, awan, asap lagi. lalu aku merasa membuka mata dan sekelilingku gelap--gelap ruangan yang lampunya lupa dinyalakan. Aku bergegas turun dari loteng dengan ketakutan.

Di dapur yang letaknya tepat di bawah tangga loteng ada ibuku. Beliau terkejut melihatku ada di tangga dan beliau mengatakan bahwa tadi aku dicari oleh ayahku, bahkan sampai ke loteng, namun aku tidak ada di mana-mana.

Begitulah kawan pengalamanku. Insidious membangkitkan kenangan itu dan kini aku agak takut kalau tidur. Sebab kini aku tinggal di desa di Bantul, yang suasananya sepi dan pastilah mudah melakukan astral projection travel. Baca saja http://www.scribd.com/doc/15714334/Teknik-Melakukan-Astral-Projection

Tapi terbesit juga keinginan untuk melakukan itu lagi, walaupun aku tak tahu bisa atau tidak. Mungkin saja waktu itu cuma kebetulan atau hanya mimpi. Hanya Tuhan yang tahu.





Monday, June 14, 2010

Berpetualang ke Yokohama


Jika merasa terbentur kesendirian maka langkahkan kakimu ke luar
Lihat lah yang menunggumu di sana


Tanggal 29 Juni 2010 aku menemukan diriku dalam perjalanan ke Yokohama, demi mengembalikan buku yang kupinjam dari seorang teman yang menjadi mahasiswa pertukaran di Universitas Ferish.
Yokohama, tempat yang semula tak terbayangkan, aku akan ke sana sendirian karena aku tak punya siapa-siapa di Tokyo yang bisa menemaniku ke sana. Tapi pada kenyataannya aku melawan keengganan akan kesendirian itu, dengan memaksa kaki ini berjalan dan menyimpan sejuta harapan akan mendpat banyak ilmu baru di kota itu, lebih dari yang kudapat di Tokyo.

Perjalanan ke Yokohama menempuh waktu satu setengah jam dengan naik kereta dan ditambah jalan kaki.


16:05
所要時間
1時間1分
乗車時間
43分
乗換
3回
総額
540円
距離
36.0km
経路 乗車位置   運賃  指定席/料金  距離 

小田急多摩センター
2番線発
15:04-15:16
12分


私鉄
小田急多摩線(新百合ヶ丘行)
中前・後 330円 9.1km
(4分) 新百合ヶ丘
15:20-15:31
11分


私鉄
小田急線快速急行(藤沢行)

10.8km
(0分) 相模大野 ≪直通≫
1番線発
15:31-15:39
8分


私鉄
小田急江ノ島線快速急行(藤沢行)
やや後 7.6km
(4分) 大和
2番線発
15:43-15:53
10分


私鉄
相模鉄道急行(横浜行)
前・中 210円 6.9km
(10分) 二俣川
16:03-16:05
2分


私鉄
相模鉄道(湘南台行)

1.6km

南万騎が原
1番線着

Dalam perjalanan aku tak bisa tenang, seperti biasa kalau aku bepergian sendirian. Namun di hatiku selalu ada harapan-harapan indah di tempat yang kutuju itu, karena kuyakin tak ada perjuangan yang sia-sia.
Di stasiun Yamato, aku harus pindah ke Sotetsu Line, aku tak tahu kalau bisa kutemukan di dalam stasiun itu juga, aku pun bertanya pada sahabatku lewat email, juga bertanya pada petugas stasiun. Dan hasilnya untuk ke sekian kali aku menanyakan hal yang sudah jelas di depan mata.
Naik Sotetsu Line menuju Ryokuen Toshi, stasiun yang dekat dengan Universitas Wanita Ferish. Dalam beberapa menit aku tiba di stasiun itu. Sembari menunggu teman aku melihat-lihat mal di dekat situ. Jika dibandingkan dengan Tokyo, tempat itu sangatlah kecil dan tak menjual banyak barang menarik seperti mal di Tokyo. tapi yang membuat terasa lain adalah mal ini terletak di kota kecil yang jauh dari dunia metropolitan, jadi bagaimanapun pasti memiliki arti khusus bagi penduduk sekitar mal itu.

Temanku akhirnya datang menjemputku. Kami duduk-duduk mengobrol di depan panggung terbuka tempat mahasiswi Ferish mengadakan orkes kecil-kecil an. Saat itu sedang diadakan perayaan ulang tahun kota Ryokuen (kalau tidak salah), jadi warga berkumpul di situ dan ada banyak penjual makanan.
Kami disapa oleh seorang wanita yang ternyata orang Indonesia juga. Dia tinggal di dekat situ, suaminya seorang Jepang, dan anaknya sudah empat. Aku dan temanku sangat senang bisa bertemu dengan orang senegara, kami mengobrol hingga waktu memisahkan.

Aku dan temanku kemudian ke Ferish, menuju perpustakaan demi keinginanku menemukan sumber informasi untuk skripsi. Temanku yang baik membawaku berkeliling perpustakaan itu, dan mencarikan yang kubutuhkan. Kutemukan sebuah buku tentang sastra Okinawa dan temanku bersedia meminjamkan untukku.
Temanku juga mengenalkan aku pada Uchida Sensei, dosen IT di Ferish yang telah banyak membantunya selama ini. Uchida Sensei memiliki putri yang sangat manis, kelas lima SD bernama Hikari, sama dengan nama putri dari temanku, sebuah kebetulan yang menghubungkan takdir. Setelah sempat berfoto dengan kamera polaroid milik Sensei dan bermain bersama Hiko-Chan (panggilan Hikari), aku dan temanku menuju asrama tempat tinggal mahasiswa Ferish.

Teman Sekamar temanku, seorang Taiwan bernama Kou, mahasiswi Sastra Jepang S2 yang sangat ramah. Dia ingin tahu tentang islam, dan temanku menjelaskan dengan senang hati. Yang menjadi perhatiannya adalah hal tentang daging babi yang diharamkan umat islam. Sahabatku memberinya sebuah buku tentang itu dalam bahasa Jepang, dan ia pun paham. Rasanya senang melihat ada orang asing yang mengagumi agama ini.
Aku, temanku, dan Kou, setelah makan malam ala Indonesia yang menyenangkan (pecel, ikan balado dimakan dengan tangan) pergi berjalan-jalan ke toko dekat asrama untuk mencari keperluan menyimpan soft lense yang kubutuhkan. Sebenarnya aku tak ingin menginap, tapi temanku dan Kou meminta, jadi dengan senang hati aku menginap.
Kami berjalan ke toko yang menjual makanan hewan, dan menertawakan banyak hal di sana. Mulai dari kue untuk anjing, air mineral, sampai wine untuk anjing. Tak habis pikir mengapa orang Jepang sangat menyayangi anjing sampai mau menguras kocek untuk hal-hal semacam ini, dan anjing tidak lagi disebut "Wan chan" karena kelucuannya, melainkan "O inu Sama" atau dalam bahasa Indonesia, "Yang Mulia Anjing" melihat kebnutuhannya yang lebih mewah dibanding manusia. (istilah ini dari Uchida Sensei)
Kami melihat-lihat kosmetik di toko yang ada tepat di bawah gedung asrama, bertanya ini dan itu tentang kosmetik Jepang pada Kou. Aku membeli keperluan, selain softlense juga make up dengan arahan dari Kou. Saat akan pulang ke asrama, kami bertemu dengan You, mahasiswi pertukaran dari Cina, dan kamu pun pulang bersama.
Kou sangat baik, kami disuguhi teh Taiwan yang berupa biji-bijian yang cukup diseduh dengan air, dan kue-kue, lalu menanyakan apa saja yang kubutuhkan, dan meminjamkan hair dryer padaku.
Kusyukuri pertemuan ini, sungguh tak akan pernah kulupakan orang sebaik Uchida Sensei, Kou, dan temanku.

Esoknya, seorang teman lagi datang ke kamar temanku, dia sekelas dengan temanku ini di universitas Gadjah Mada, kami makan bersama, juga Kou. Lalu aku harus pamit pulang, dan bertiga, aku dan dua temanku menuju ke stasiun Minami Makigahara.
Kami mampir ke Hard Off, tempat menjual barang bekas, apa saja bisa kau temukan di sana dengan kondisi dan harga bervariasi. Aku tertarik dengan sebuah piano seharga dua man yen alias dua juta rupiah, aku ingin membelinya, namun tak tahu bagaimana nanti membawanya pulang. Kami mengerumuni keranjang boneka bekas yang menjual boneka murah yang kelihatannya masih baru, temanku membeli beberapa, dan aku dibelikan satu boneka Snoopy yang lucu.

Sangat menyenangkan perjalananku ke Yokohama. Aku mendapatkan teman baru dan kehangatan.
















Sahabat Bisa Dibuat


Takkan ada yang tahu apa yang akan terjadi pada diri kita esok hari, pertemuan apa akan menanti begitu kita melangkahkan kaki


Sudah delapan bulan aku tinggal di negeri Sakura, tinggal dua bulan lagi waktuku di sini. Aku harus pulang ke tanah air untuk memenuhi langkah-langkah menuju mimpiku. Sisa waktu yang sedikit ini ingin kugunakan sebaik-baiknya, untuk yang terbaik bagiku, keluarga, dan semua yang kucintai.
大げさと聞こえたけど、これは本気で言った。

Aku sempat merasa Tokyo adalah kota yang kejam, karena hatiku dipatahkan oleh belum adanya kesempatan untuk mendapatkan seorang sahabat di sini. Namun aku salah, aku dihadapkan pada pertemuan-pertemuan yang indah dengan orang-orang yang menerimaku apa adanya.
Universitas tempat aku belajar sudah cukup banyak memberikan ilmu pengetahuan, namun aku masih terus mengaisnya di tempat lain. Yang kubutuhkan untuk memudahkan terbangku menuju mimpi. Usaha yang tulus berbuah bagus, aku menemukan kalian. Atau kalian menemukan aku.



Saturday, May 29, 2010

Sahabatku mengatakan:

Menanam kebaikan, maka akan menuai kebaikan.

Jika mengerjakan sesuatu, kerjakanlah dengan fokus dan sisanya serahkan pada ALLAH.


Entah mengapa aku masih merasa diriku kosong.
Yang kulakukan selama ini seakan bernilai nol.
Akankah seiring berjalannya waktu, kekosongan ini akan terisi?
Pengalaman dan perjuangan hidup, itu yang kubutuhkan.

Ingin kujawab sendiri semua ini.
Dan setelahnya, aku akan mengenangnya dengan kebanggaan.

jinsei wa mada mada kore kara saki yo ne

Wednesday, May 12, 2010

今はわからない


Syair tentang waktu tak akan ada habisnya
Waktu bila dikatakan sangat cepat berjalan
dan bila kita menyiakan nya

yakinkah dengan yang sedang kita lakukan sekarang?
Tidakkah kita sedang membuang sang waktu?

perhatikan pekerjaan Anda sekarang.
Adakah manfaat di dalamnya?
Adakah kepuasan setelah melakukannya?
Dan apakah meninggalkan suatu keahlian

jika tidak, maka carilah kegiatan yang menjawab semua itu