Objek Material:
Objek material merupakan bahan atau sesuatu yang menjadi kajian penelitian (Meliono, 2009:9-10). Objek material dari foto ini adalah kompleks monumen perdamaian dengan taman tempat Cornerstone of Peace, dengan dua pria tampak sedang mengamati salah satu sudut temboknya. Cornerstone of Peace atau batu perdamaian terbuat dari batu granit hitam yang terbagi menjadi dua barisan gelombang, berjumlah 116 buah batu, dengan panjang tulisan di permukaannya sepanjang 2.200 meter. Dalam foto ini tampak dua pengunjung sedang mengamati, salah satu sudut jajaran batu berbentuk gelombang
Objek Formal
Objek formal adalah fokus perhatian seseorang terhadap objek material yang dihadapinya, atau dengan kata lain salah satu aspek atau tema tertentu dalam penelitiannya (Meliono, 2009:10). Yang menjadi objek formal dalam foto ini adalah pesan perdamaian yang terkandung dalam Cornerstone of Peace.
Aspek Ontologis:
Aspek ontologis, mengkaji keberadaan sesuatu. Membahas tentang “ada”, yang dapat dipahami baik secara konkret, factual, transedental ataupun metafisis (Meliono, 2009: 9).
Cornerstone of Peace atau dalam bahasa Jepang Heiwa no Ishiji yang berarti batu monumen perdamaian, merupakan nama sebuah tempat di dalam kompleks taman dan museum perdamaian (Peace Prayer and Memorial Park), di Okinawa, Jepang. Berada di bukit Mabuni di kota Itoman.
Aspek Epistemologi
Aspek epistemologis membahas pengetahuan (episteme) yang ada pada suatu objek (Meliono, 2009:9). Jajaran tembok Cornerstone of Peace memiliki nilai sejarah dan nilai perjuangan dari para korban perang. Dibangun tanggal 23 Juni 1995 sebagai peringatan 50 tahun Pertempuran Okinawa dan akhir Perang Dunia II. Sebanyak 200.000 nama terukir di tembok-temboknya, semuanya adalah nama korban yang tewas dalam perang, tidak peduli apakah mereka penduduk sipil maupun tentara, orang Jepang, Amerika, maupun bangsa lain yang kebetulan menjadi korban .
Fakta sejarah yang melatarbelakangi pendirian Cornerstone of Peace mengulas bahwa pertempuran Okinawa adalah salah satu dari sejarah perang di dunia yang memiliki sederetan tragedi kemanusiaan. Pemerintahan militer Jepang di masa itu mengerahkan seluruh warga Okinawa untuk membantu jalannya peperangan dan juga menggunakan seluruh pulau di Okinawa sebagai medan perang. Laki-laki dimasukkan dalam satuan tentara lokal, diajari memanggul senjata dan membunuh musuh. Wanita menjadi perawat, atau bahkan menjadi wanita penghibur bagi tentara Jepang. Anak-anak kekurangan makanan dan tempat berlindung. Korban tewas dan hancurnya bangunan tak terhindarkan, disusul dengan kekalahan Jepang yang memaksa pimpinan mereka bunuh diri dengan diikuti oleh ribuan warga yang telah didoktrin agar bunuh diri mengikuti pimpinannya . Dari keadaan semacam inilah timbul korban jiwa yang namanya tercatat dalam Cornerstone of Peace.
Pemberian nama Cornerstone of Peace sesuai dengan konsep yang ditulis oleh mantan gubernur Okinawa, Masahide Ota dalam bukunya Okinawa;Heiwa no Ishiji. Nama Heiwa no Ishiji, atau Cornerstone of Peace menyinggung perang dan kerjasama Jepang-Amerika dalam bidang keamanan. Menurut Ota, motivasi pendirian monumen ini adalah sebagai dasar pengorbanan jiwa raga penduduk Okinawa pada masa perang dan demi menyelesaikan masalah pangkalan militer. Tujuan pembangunannya adalah untuk mengingat dan menghormati mereka yang gugur dalam pertempuran, mengajarkan pengetahuan yang dipelajari dari tragedi perang, sebagai tempat meditasi dan sumber ilmu pengetahuan .
Aksiologi
Aksiologi membahas kaidah norma dan nilai yang ada pada objek material berupa foto di atas. Aspek aksiologi dari Cornerstone of Peace adalah Desain berjudul “Everlasting Waves of Peace”, atau ombak perdamaian yang tiada henti. Disebut demikian karena bangunan tembok-tembok Cornerstone of Peace jika dilihat dari atas akan tampak seperti riak gelombang di permukaan air. Bentuk temboknya yang seperti alur gelombang hitam yang berkelok-kelok dengan daftar nama yang ditulis dengan warna putih di setiap lekuknya,
Deskripsi:
Foto ini diambil tanggal 8 Maret 2010, saat penulis pergi ke Okinawa sebagai peserta Seminar Perdamaian yang diadakan oleh universitas Chuo. Seminar Perdamaian ini merupakan kegiatan tahunan di Universitas Chuo yang diadakan setiap musim panas. Menitikberatkan pada istilah “Perdamaian”, peserta seminar diajak berkunjung ke daerah-daerah yang pernah menjadi medan perang Jepang di masa Perang Dunia .
Menurut penjelasan dalam Wikipedia Cornerstone of Peace didedikasikan untuk menghormati para korban Pertempuran Okinawa. Pertempuran yang terjadi di tahun 1945 antara Jepang melawan Amerika ini merupakan sebuah tragedi kemanusiaan yang patut dikenang. Bukit Mabuni, tempat didirikannya monumen ini merupakan markas besar tentara Jepang dan menjadi latar pertempuran hebat yang mengakhiri Perang Dunia II. Kedua pria yang tampak dalam foto ini tampak sedang mengamati nama-nama korban yang terukir di dalamnya. Kedatangan dua pria ini dalam rangka mengikuti kegiatan seminar Perdamaian yang ditujukan untuk mengenang tragedi pertempuran di Okinawa. Seminar perdamaian di Okinawa kali ini bertujuan untuk mengembangkan semangat perdamaian baik di antara masyarakat Jepang sendiri maupun masyarakat Jepang dengan dunia .
Dengan melihat Cornerstone of Peace, orang diharapkan dapat menyelami perasaan warga Okinawa di kala perang, dalam hal ini mendengar kuatnya keinginan mereka akan perdamaian (pesan perdamaian). Lokasinya yang tepat berada di jantung pertempuran memudahkan pengunjung untuk berkonsentrasi terhadap bayangan peperangan di masa lalu. Nama-nama yang tertulis di permukaan tembok-tembok Cornerstone of Peace akan mengingatkan siapa saja akan kematian yang akan datang tanpa pilih kasih, dalam hal ini kematian yang disebabkan oleh peperangan. Nama orang Amerika dan penduduk lokal yang disejajarkan memiliki makna, bahwa semua manusia adalah sama dalam hal menginginkan perdamaian. Kematian dan kerusakan akibat perang akan menimbulkan disorganisasi pada keluarga dan juga masyarakat pada umumnya. Masyarakat menjadi tidak stabil dan akhirnya menimbulkan masalah sosial yang berkepanjangan.
Melalui desain gelombang yang menjadi dasar bentuk Cornerstone of Peace, warga Okinawa berharap pusat gelombang yaitu perang, cukup terjadi di Okinawa saja. Sedangkan gelombang yang meluas diartikan sebagai ajaran perdamaian yang meresap ke setiap hati pengunjung yang menyaksikan Cornerstone of Peace setelah menyadari dampak buruk peperangan terhadap suatu daerah. Masyarakat Okinawa melalui Cornerstone of Peace ingin menghentikan peperangan di muka bumi demi terciptanya perdamaian antara negara-negara di dunia.
Sumber:
Meliono, Irmayanti. 2009. Filsafat Ilmu Pengetahuan; Refleksi Kritis Terhadap Realitas dan Objektivitas Ilmu Pengetahuan. Jakarta Timur: Penerbit Yayasan Kota Kita
Catatan penulis selama Okinawa Peace Seminar 8-12 Maret 2010
http://global.chuo-u.ac.jp/english/services/events.php
http://en.wikipedia.org/wiki/Cornerstone_of_Peace
No comments:
Post a Comment